Selasa, 24 Maret 2009

Jarak Jauh (2009)

Surga tak sepanas neraka,
sepi tak sedingin pagi,
pada angin kutitipkan rasa itu...
(18.03.09)

Hilang
sunyi
sepi
pergi
tak ada lagi hanya cerita pagi yang hampa
rumput tak lagi berembun
layu bunga siakan madunya..!
(19.03.09)

Tumbuhlah rerumputan
bersemilah cemara pagi dan sedap malam
suatu hari pada ketinggian awan
(19.03.09)

kamar kecil
lampu putih
tembok kusam
ceritakan oborolan semalam
hentikan legenda para manusia...
(19.03.09)

denting kecil bernada tinggi
isyaratkan kematianku
hidupmu hanya cerita
dan mimpi-mimpi...
(19.03.09)

Sepi, bunuh aku
sunyi, binasakan aku
hampa, tiduri aku...
(20.03.09)

Gila tanpa kesadaran...
lupa tak maknakan segala
selesai tanpa apa-apa
(20.03.09)

Hilang bundarmu pada senja
masihkah bulan tersenyum?
suara jangkrik
menyertai persetubuhan sepi ini...
(22.03.09)

Jumat, 07 Maret 2008

LOMBOKKU

Sedingin embun
Sesunyi liang kematian
Esok adalah malam
(Lombok, 7 Maret 2008)

Rabu, 05 Maret 2008

SEPI

Hujan
Dingin
Sepi

(Lombok, 5 Maret 2008)

LOMBOK YANG SEPI

Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku dingin
Penuh selaksa kebingungan
Hanyut aku akan kemalasan
(Adaptasi lagu KLA Project)

Senin, 03 Maret 2008

MASIHKAH 2

diam
aku lupa
diluar banyak nyamuk

MASIHKAH

matahari
matamatamataku
sepi

Sabtu, 01 Maret 2008

PEREMPUAN DI TIANG GANTUNGAN 2

Sudah
Sudah semuanya
Aku masih disini

PEREMPUAN DI TIANG GANTUNGAN

Kuingin
Ku tak mampu
Ku minta maaf

Minggu, 03 Februari 2008

KANGEN LOMBOK

Saudaraku yang jauh
Sebentar lagi aku pulang
Meski hanya sebentar
(Bali, 3 Februari 2008)


Disini
Kutemukan ribuan mataku
Benar terasa, meski hanya terlihat
(Bali, 3 Februari 2008)


Asli
Aku belum mau pulang
Asli, aku tak mau hanya pulang
(Bali, 3 Februari 2008)


Mak
Maaf aku ndak mampir
Dan aku menangis
(Bali, 3 Februari 2008)



PUAS, MESKI....

Gila, katamu
Edan, ya kudengar
Aku puas menggilaimu dengan kegilaanku
(Bali, 3 Februari 2008)


Tipuan
Setengah telanjang
Itu hanya kemaluan kedua setelah vaginamu
(Bali, 3 Februari 2008)


Ras, Etnik, Gerakan
Mana mungkin
Ketika semua hanya pada merek dan warna bendera
(Bali, 3 Februari 2008)


Ketika Tuhan memanggil
Ketika Tuhan kau panggil
Aku sedang menunggu panggilan-panggilan itu
(Bali, 3 Februari 2008)


Ditengah laut
Ditepi pantai
Pasir hanya terperangah
(Bali, 3 Februari 2008)



Jumat, 01 Februari 2008

AKUMU

Aku bukan maumu
Gilaku menyambut pagi dini hari ini
Haturkan maaf pada kaki langit
Jangan lagi mendatangi malam

Aku bukan inginmu
Gersang malam bertiupkan debu sesak
Menyelimuti sepenggal perjalanan
Aku harus terus menempuhnya

Aku bukan impianmu
Meski kau sempat masuk dan berbaring disisi mimpiku
Menggeliat setengah telanjang
Dengan peluh yang hanya seleher

Aku bukan pilihanmu
Puncak malam dan danau pagi kita habiskan
Semuapun usai ditikam kebosanan
Angin bertiup, membelai dan menidurkanku

Aku bukan akhirmu
Persimpangan ini begitu sesak oleh kenalan-kenalan kita
Perjalananku masih jauh
Jangan ganggu aku, kecuali kau mau menemani

(Bali 2 Pebruari 2008)


INSOMNIA

Dinding ruang kamar
Yang selalu pengap oleh asap tembakau
Adakah malam ini kan datang
Nyanyian lagu lewat dering tengah malam

Sesak hidup ini
Inginkan kesegaran warnamu
Nama dan gambarmu tak biasa
Tanda tak terbilang sudah
Angka tak terhitung lagi

Insomnia.......
Nada-nadamu indah terdengar
Detak ini membuatku tak kan terpejamkan
Rindu ini membuatku tak kan terlelapkan
Insomnia, insomnia.......
Yakinlah aku mendengarmu
Aku tak akan tertidur lagi
Nasib adalah takdir yang kita ciptakan
Indahnya insomnia selamanya......

(Bali, 1 Februari 2008)


TERBIASA

Gurau
Sapa
Menelan lamunan
Sepi kembali
(Bali, 1 Februari 2008)


Sendiri
Sesekali bersama genggaman
Berdua
Habiskan malam
(Bali, 1 Februari 2008)


Tak ada rokok
Tak ada kopi
Tak ada panggilan
(Bali, 1 Februari 2008)


Suaranya sepi
Tangisnya sepi
Teriakannya sepi
(Bali, 1 Februari 2008)


Ribuan kilometer
Sebuah kisah sampai
Terburai obrolan dini hari
(Bali, 1 Februari 2008)


Dendam tak terbalas
Rindu tak terobati
Hilang satu demi Satu
(Bali, 1 Februari 2008)


Mekarnya sempurna
Wanginya sempurna
Genggamannya rapuh
(Bali, 1 Februari 2008)



Esok adalah entah
Pagi hanyalah sepi
Mimpi tak lagi tertidurkan
(Bali, 1 Februari 2008)


Segelas teh manis
Sepotong lumpia basah
Hmmm....
(Bali, 1 Februari 2008)

Mainkan lagi
Tembang jawa lawasku
Bawa aku tenggelam semakin dalam
(Bali, 1 Februari 2008)

TERSESAT

Aku diam
Aku tak akan lanjutkan
Hingga tanda-tanda datang
(Bali, 31 Januari 2008)


Sampai begitu
Sampai sebegitukah
Hingga semua berprasangka
(Bali, 31 Januari 2008)


Gangguan jiwaku
Gangguan mentalku
Gangguan otakku
Bukan, hanya kangen
(Bali, 31 Januari 2008)


PAGAR HATI

Pagar yang terbuat dari hati
Angin bertiup
Kadang kencang
Kadang renyah
Kadang pahit

Pagar yang terbuat dari hati
Rumput hijau
Tanpa rumah
Tanpa ayunan
Tanpa kamar mandi dan dapur

Pagar yang terbuat dari hati
Hari sudah malam
Biasanya dia datang
Biasanya hingga aku tak kuasa
Biasanya tak seperti ini

Pagar yang terbuat dari hati
Angin bertiup
Rumput hijau
Hari sudah malam
Ayo tidur, hingga pagar diketuk lagi.

(Bali, 29 Januari 2008)


Rabu, 23 Januari 2008

SETELAH ON LINE

Tulisan
Gambar
Bau busuk
Membelah hatiku

Halmahera 25, 21 01 2008



Kuingin
Kenikmatan itu
Tanpa batasan apapun

Halmahera 25, 21 01 2008



Sepi
Membunuh malu
Letupannya menari

Halmahera 25, 21 01 2008



Seperti laron
Datang
Tanpa pernah pergi

Halmahera 25, 21 01 2008



Melati membusuk
Melati kemarin
Melati tanpa pura-pura

Halmahera 25, 21 01 2008



Semua
Tak bersisa
Kecuali rasa
Kecuali semua

Halmahera 25, 21 01 2008



Tarian
Musikalisasi
Anggur dan rasa sakit

Halmahera 25, 21 01 2008



Laut
Kering
Perahu tak mau berlayar lagi

Halmahera 25, 21 01 2008



Malam
Bintangmu satu
Hujan
Petirmu indah
Melati
Busukmu bernyawa

Halmahera 25, 21 01 2008



Sudah siang
Ayo bangun

Halmahera 25, 21 01 2008

NASKAH MONOLOG "MANGGALI"

Sering kali kita mentertawakan apa yang diucapkan sesama kita. Padahal semua itu sebenarnya sedang kita jalani. Bahkan hingga mencaci makinya. Hanya karena bukan kita yang menyampaikannya.

SINOPSIS
Ratna Manggali, bunga desa Girah, anak tunggal Calon Arang. Terpaksa hidup merana, seoarang diri. Tak ada seorang laki-laki menaruh hati pada Ratna Manggali. Padahal, Ratna Manggali, adalah seorang gadis rupawan, elok tingkah lakunya dan tanpa kurang apapun. Satu hal yang membuat para pemuda Daha enggan mendekati Ratna Manggali hanyalah karena Ratna Manggali adalah anak gadis dari Calon Arang. Seorang janda sakti yang memiliki ilmu hitam.
Sempat suatu ketika, Calon Arang murka akibat keadaan yang dialami Ratna Manggali. Daha pun gempar dibuatnya. Calon Arang melampiaskan dendam dengan menculik para gadis desa Girah untuk dijadikan sesembahan pada Dewi Durga, guru bagi Calon Arang. Namun Penguasa Daha, Raja Airlangga mampu mengalahkan kesaktian ilmu hitam dari Calon Arang. Dengan cara memerintahkan Empu Baradah untuk menyelesaikan malapetaka. Empu Baradah mengutus salah seorang muridnya yang bernama Empu Bahula untuk meminang Ratna Manggali. Keadaan Daha pun kembali tentram.
Kemudian, muncul kelicikan Empu Bahula dengan mencuri kitab sakti milik Calon Arang intuk diserahkan kepada Empu Baradah. Murkalah Calon Arang, peperanganpun tak terelakkan. Namun, Calon Arang tak mampu berbuat banyak tanpa bantuan kitab saktinya. Calon Arang pun gugur.
Terbalaslah dendam kedua belah pihak. Daha menjadi tentram dan nyaman. Namun Ratna Manggali masih menyimpan kegundahan yang akhirnya menjadi sebuah malapetaka yang sanggup menteror, tak hanya bagi desa Girah dan wilayah Daha, Namun teror bagi semua umat. Hingga semua pelampiasan demi pelampiasan akan menggeleparkan kita semua.
Kini Ratna Manggali mulai menunjukkan keberaniannya. Menggugat semua yang telah menjadikannya seperti ini.
“Kenapa aku dilahirkan dari seorang ibu yang memiliki ilmu hitam?”
“Kenapa hanya karena ibuku memiliki ilmu hitam, para lelaki takut untuk mendekatiku?”
“Kenapa hanya karena tak seorang pemuda mau menikah denganku, ibuku murka dan melampiaskan dendamnya?”
“Kenapa baru saat ibuku murka dan membuat malapetaka, baru ada seorang lelaki yang diutus untuk menikahiku?”
“Kenapa setelah lelaki itu menikahiku, dia malah mengkhianati ibuku?”
“Kenapa ibuku harus mati?”
“Kenapa?”
“Keangkuhan perempuankah?”
“Atau kelicikin laki-laki?”

BABAK 1

FADE IN

RATNA MANGGALI MUNCUL DARI SUDUT PANGGUNG SEBELAH KANAN. BERJALAN PERLAHAN MENUJU DEPAN BIBIR PANGGUNG SEBELAH KIRI.


BERTERIAK

Kemana kau……!
Hai orang-orang….!
Dimana kau semua……?
Haruskah semua mimpimu menjadi kenyataan….?
Haruskah kau menjual apa saja yang kau miliki untuk mendapatkan kembali apa yang ingin kau miliki…..?

RATNA MANGGALI BERJALAN KE TENGAH PANGGUNG

FADE IN

Malam, aku hanya bisa menunggu
Keajaiban tak mungkin datang
Kesaktianmu, adalah penentu akan semua nasib
Pun ini terjadi pada diriku
Pada nasibku
Malam makin gelap, dingin dan sepi
Aku masih menanti kepulanganmu
Pulanglah
Dengan atau tanpa kesaktianmu
Datanglah dengan keajaiban
Disini aku
Disini…!
Ini aku Ratna Mangali
Anak tunggalmu wahai Calon Arang

--------------------------------------------------------------------

Kenapa matahari hanya bersinar siang hari.
Jika pada malam kita masih merindukan cahaya.
Kenapa kalian takut untuk menatapnya, sedangkan kalian takut kehilangannya disaat mendung mencekam dan badai menderai.
Kenapa malam hanya diterangi cahaya bulan yang kadang redup oleh awan, bayangan gunung dan rumah-rumah.
Kenapa bulan begitu indah dipandang.
Begitu sejuk, lembut menemani setiap malam.
Melenakan setiap jiwa.
Hingga hanyut bersama kelamnya nasib.

---------------------------------------------------------------------

Ujung subuh ini, tak akan ada matahari terbit.
Esok adalah hari yang kelam.
Gulita oleh nasib.
Malang oleh dera kesakitan.
Terkapar lunglai meratap.
Lenyap hilang tertimbun mimpi malam ini.
Mimpi berteman bulan.
Mimpi berteman selimut bintang dan langit malam.

-----------------------------------------------------------------

Malam ini adalah akhir semua kisah.
Ujung semua mimpi.
Yang membawa kita kedalam hidup nyata di hari kelam.
Ujung dermaga ini, tak akan ada lagi kapal yang datang.
Tenggelam karam dilaut hitam dan kotor.
Tak ada lagi kejernihan.
Tak ada lagi kesejukan.
Semua menjadi hitam dan panas.
Semua akan menjadi dera yang sangat menyakitkan.

---------------------------------------------------------------------

Kini aku berdiri sendiri.
Disini.
Tiada siapapun.
Tanpa apapun.
Dipersimpangan.
Dibelakangku adalah masa lalu.
Sedangkan didepanku adalah akhir perjalanan.
Perjalanan panjang seoarang gadis.
Yang memimpikan seorang jejaka sepanjang hidupnya.
Yang membelaiku, menemaniku, menyetubuhiku dan memberikanku benih-benih keturunan.
Yang menggenggam tanganku hingga akhir hanyatku.

---------------------------------------------------------------------


Aku terpenjara.
Terperangkap nasibku sendiri.
Menjadi seorang anak dari seorang tukang sihir.
Anak dari sampah masyarakat.
Anak dari Calon Arang…….!
Ya, aku Ratna Manggali.
Anak semata wayang si Nenek Sihir.
Terpasung rantai dan jeruji kesadisan ibuku sendiri.

-----------------------------------------------------------------------

Kala itu, ibuku murka…
Kemurkaannya membuat malapetaka.
Memporak-porandakan kehidupan masa kecilku.
Hingga datang seoarang pemuda yang dengan terpaksa menikahiku.
Bahula…..! Suruhan Baradah yang diperintah Airlangga.
Menikahiku, dengan berpesta tujuh hari tujuh malam.

--------------------------------------------------------------------------

Ibuku Calon Arang, sangat bahagia.
Karena aku telah mendapatkan pendamping hidupku.
Akupun demikian.

--------------------------------------------------------------------------

Bahula, aku sangat mencintaimu.
Meskipun aku tahu dan sangat memahamimu, bahwasanya kau menikahiku bukan lantaran kau mencintaiku.
Bukan lantaran kau menyukaiku dan menyayangiku.
Namun hanya karena permintaan gurumu.
Hanya karena perintah rajamu.

FADE OUT



BABAK 2

FADE IN

RATNA MANGGALI MENGGELIAT. MENGGAMBARKAN PERISTIWA PERSENGGAMAAN YANG BEGITU MESRA DAN MENGGAIRAHKAN. SEBUAH KENIKMATAN YANG MENUJU PUNCAK. BENAR-BENAR SEBUAH KENIKMATAN SEPASANG INSAN.

Ayolah Bahula, keluarkan semua kepenatanmu selama ini.
Nikmatilah tubuh molekku.
Lumatlah bibirku hingga kau terpaksa untuk tidak meludah esok pagi.
Aku yang kini telanjang didepanmu, menantikan saat-saat seperti ini.
Pelukan seoarang lelaki yang bernapas mengendus seperti banteng mengejar musuhnya. Masuklah kedalam lembah ini dengan sepenuh hatimu, sepenuh kekuatan dan rengkuhlah aku sedalam yang kau bisa.
Habisilah aku jika kau memang sanggup.
Kuberikan semuanya untukmu.
Aku merindukan ini sudah sekian lama.
Cepatlah, aku sudah tak mau lagi menunggu lebih lama.
Lepas bajumu.
Liarlah bersamaku.

----------------------------------------------------------------------

Ayo, tuntaskan malam ini.
Selesaikan dengan derai keringat disekujur tubuh.
Ayo, remas aku.
Jangan kau perlambat permainan ini.
Aku tak mau kau tampak tak berdaya.
Aku tak sanggup melihatmu lunglai dihadapanku.
Berdirilah dan hujamkan diriku.
Masuk hingga kesekujur nadi.

----------------------------------------------------------------------

Tunjukkan padaku kalau kau adalah lelaki sejati.
Perlihatkan padaku kalau dirimu adalah manusia perkasa.
Jangan rusak malam ini hanya karena kau tak mampu lagi untuk pejamkan mata.
Bukalah matamu lebar-lebar, dan tataplah aku dengan sepenuh kegaranganmu.


RATNA MANGGALI KEMUDIAN LEMAS TAK BERDAYA

Hah…..
Aku puas malam ini sayangku.
Kau telah memenangkan pertandingan malam ini.
Kau telah menjadikanku malam ini penuh peluh.
Luluh bersamamu.
Bahula, aku mencintaimu,
Aku menyayangimu.
Sepenuh jiwa dan ragaku.
Dekaplah aku sekali lagi.
Janganlah kau menggelepar terkapar sendiri menghadap pintu itu.
Kau tak akan mampu membukanya untuk lari dan pergi jauh dariku.

---------------------------------------------------------------------------

Kau telah mengisi kesepianku selama ini,
Bahula….
Kau telah menjawab seluruh pertanyaan yang memasungku tanpa batas.
Dekap aku Bahula.
Malam sebentar lagi usai.

-------------------------------------------------------------------------

Hmm…..
Aku puas Bahula.
Jujur, aku puas.
Jangan kau sudahi ini dengan termenung seperti itu.
Apalagi yang kau pikirkan.
Meski kutahu apa yang kau pikirkan.
Janganlah kau pikirkan lagi.
Semua telah ditentukan seperti ini.
Semua telah menjadi kesepakatan antara keinginan dan nafsu.
Antara toleransi dan kepentingan.
Antara keyakinan kita dan kepedihan kita.
Kita hanyalah korban.
Kita hanyalah buah dari pohon-pohon yang mereka tanam,

PERLAHAN BANGKIT, DAN BERIDIRI SAMBIL MEMPERBAIKI PAKAIANNYA DAN MEMBAKAR ROKOK DAN MENGHISAPNYA. LALU BERJALAN SEOLAH-OLAH MENDEKATI BAHULA.

Hiduplah bersamaku dan mati pulalah bersamaku.
Karena kau dan aku sebenarnya bukanlah siapa-siapa.
Kita tak punya hak untuk sombong dan menyombongkan diri kepada siapa-siapa. Termasuk angkuh pada diri kita sendiri.
Lumatlah hidup yang hanya sekejap ini.
Agar mati kita kelak tak banyak orang yang mengantarkannya.
Agar mati kita kelak hanyalah tertiup angin dan lenyap dikejauhan malam.

FADE OUT


BABAK 3

FADE IN

DUDUK DIATAS KURSI. DUDUK SEENAKNYA. MENGANGKAT KAKI DAN SEBAGAINYA.

Kini aku kembali merasa kesepian.
Bahula telah pergi.
Hilang bersama malam.
Aku kini betul-betul merasakan, jika korban hanya berlaku bagi kaumku.
Kaumku selalu menjadi korban.
Langsung maupun perlahan.
Kenapa aku dan kaumku sebodoh ini.
Padahal aku juga manusia.
Padahal kami adalah manusia yang sama-sama dilahirkan dari rahim seoarang ibu.
Seperti halnya kalian.
Seperti halnya semua manusia,
Adakah perbedaan yang lebih mampu membedakan kami dengan kalian.
Selain vagina kami dengan penis kalian.
Selain payudara kami yang membesar dengan dada kalian yang bidang.
Selain kegagalan kami yang selalu menjadi korban kelicikan kalian.

---------------------------------------------------------------------

Apakah itu yang lalu kalian jadikan kami sebagai umpan.
Merayu kami sampai-sampai bersimpuh takluk dihadapan kami.
Dan kemudian kalian hujamkan pisau kalian tepat menusuk ulu hati kami.

-----------------------------------------------------------------------------

Berpura-pura kami tak butuh kalian.
Kami kadang hanyut dalam kesombongan kami.
Mencoba untuk menguras kejantanan kalian.
Hingga kalian ringsek tak berdaya dibawah ketiak kami,
Namun kami selalu gagal dalam tipu daya kalian.

-------------------------------------------------------------------------------

Kalian tawarkan semua kenikmatan.
Semua yang kami butuhkan kalian penuhi.
Meski kadang sebagian besar hanyalah janji di awal cerita.
Namun diakhir transaksi.
Kepala kalian mulai mengeluarkan tanduk.
Mulut kalian mulai bertaring dan berlidah panjang.

Tangan-tangan kami terbelenggu.
Nikmat yang kami rasakan hanyalah karena kami masih memiliki rasa yang juga dimiliki kalian.
Nafsu kami sama dengan kalian.
Birahi kami punya dan kami beradu kenikmatan dengan kalian.
Namun sekali lagi kami terkapar sendiri.
Setelah kalian habisi kami.

------------------------------------------------------------------

Kemarin, aku sempat membuatkan kopi untuk suamiku Bahula.
Bahula senang sekali, dan menikmati kopi buatanku sampai selesai.
Akupun senang dan bahagia.
Bukan karena kopinya habis tak besisa.
Raut muka Bahula saat menyeruput kopi itu lho…

---------------------------------------------------------------------

Matanya terpejam lembut.
Bibirnya betul-betul begumul dengan bibir cangkir kopi.
Serasa dia mencumbuku seperti malam-malam kala itu.
Oh, betapa bahagianya Bahula….

--------------------------------------------------------------------

Tapi seketika itu pula…
Dia memintaku untuk kembali lagi keatas ranjang.
Memintaku untuk melayaninya sekali lagi.
Lagi dan terus menerus.
Rupanya Bahula ketagihan dengan pelayanan yang kupersembahkan padanya.
Seutuhnya…

----------------------------------------------------------------------

Bila kukenang masa-masa itu.
Betapa bodohnya aku sebenarnya.
Keangkuhanku diatas ranjang
Menggeliat meregang dan menggelepar
Yang kadang Bahula tak mampu mengimbangi permainanku

-----------------------------------------------------------------------

Tetap saja aku seperti ini
Tetap saja aku pun merana tak berdaya
Hanya ditemani rumput ilalang di beranda belakang rumah
Pohon jeruk itu pun kini sudah jarang berbuah.
Aku ketinggalan kereta lagi

----------------------------------------------------------------

Ibuku sempat bercerita saat aku kanak-kanak.
Kekalahan dan kemenangan hanyalah pikiran kita

----------------------------------------------------------------

Cara mengalahkan kebodohan adalah dengan kepandaian
Kepandaian akan kalah oleh kecerdasan
Dan kecerdasan akan kalah dengan kelicikan
Selicik-liciknya manusia toh akan kalah juga dengan kenekatan
Pada akhirnya, kenekatan pun akan musnah dengan kegilaan.
Semuanya akan kembali pada kebodohan itu sendiri,

-------------------------------------------------------------------

Aku bingung kala itu
Maklum, aku belum terlalu kuat untuk memaknai ucapan-ucapan seberat itu.
Datang bulan saja belum.

-------------------------------------------------------------------

Tapi sekarang
Lihatlah Manggali yang sekarang…………..!
Sudah menjadi janda.
Bahula suamiku tersayang, kenapa kau pergi begitu cepat.
Kau mati justru karena membela guru dan rajamu.
Bukannya membela isterimu yang sungguh-sungguh menyayangimu.
Bahkan kau belum sempat memberikanku keturunan.
Kau memang setia pada gurumu.
Pada rajamu.
Kau memang pantas mendapat bintang kesetiaan sebagai pahlawan bangsa.
Tapi kau sangat tak pantas untuk kuanggap sebagai manusia.
Sebagai seorang manusia laki-laki seutuhnya.

-----------------------------------------------------------------------

Kaulah lambang kelicikan bagiku
Kaulah manusia paling pengecut yang pernah kulihat.
Yang tak mampu memilah dan memilih, antara kesetiaan dan kesejatian.
Kaum yang selalu memoles diri sebagai kaum terdepan.
Namun selalu menikung dari balik selangkangan perempuan.
Kaum yang selalu merasa risih untuk selalu berkuasa.
Padahal kau hanya memainkan peran pendukung.
Kaum yang sejatinya adalah pelacur.
Kaum yang sejatinya adalah bukan siapa-siapa.

----------------------------------------------------------------------------

Lucunya….

TERTAWA

Aku tetap janda Bahula
Anak dari janda Calon Arang……..!
Bangsat…!!!
Mampus…………….!!!

FADE OUT


SELESAI

JALAN TUKAD IRAWADI 2

Senyawa
Bernyanyi tengah malam
Sejati

Tukad Irawadi, 09 01 2008



Cerita malam
Panggung sedikit gerimis
Kita berkeringat

Tukad Irawadi, 09 01 2008



Buku
Berbaris kata-kata
Selesai ditengah

Tukad Irawadi, 09 01 2008



Kubayar lunas
Malam ini
Sisakan sesuap saja

Tukad Irawadi, 09 01 2008



Jelang subuh
Langit berantakan
Bulan enggan usai

Tukad Irawadi, 09 01 2008



Ada janji
Ada jingga
Ada usai

Tukad Irawadi, 09 01 2008



Batu, Tanah, Rumput
Selimuti
Ujung nafasku

Tukad Irawadi, 09 01 2008

SETIABUDI RHAPSODY

Karma
Tak bisa lari ku dikejarnya…

00:49 pagi - 24 12 07

Dalam langkah menuju sepi,
Terhenti tuk meyakinkan kata hati.
Dalam langkahmenuju sendiri,
Terdiam seribu bahasa sejuta mimpi.
Gelengkan kepala tanda tak percaya.
Benar diri kini terlena.
Tal lagi tergoda sepi,
Tak lagi tergoda sendiri.
Legam biru sedih,
Terganti benderang terang cinta.

01:04 pagi - 25 12 07


Malam Tanya,
Kenapa diri belum lelap.
Jawab lirih, perlu diri lihat dia barang sekejap.
Malam bisikan dendang rindu,
Seolah hanya dia yang tau.
Rasa pebat tak dapat temani dirimu.
Malam tembangkan alun nada,
Untuk CINTA,
Malam tolong jaga dia.

-dJeNgaSiK-
01:07 pagi – 25 12 07


Subuh, petiklah dawai mu
agar ku terlena dan memulai
mimpi burukku akan dicinta…

01:34 pagi – 30 12 07


Dimana kealimanku saat aku marah.
Dimana manisku saat ku mencaci maki.
Terus saja diri melantur.
Datang pada tempat dimana malam dilahirkan.
Dimana nafsuku saat aku bersedih.
Dimana amarahku saat aku tertawa.
Lunglai sudah ku berdoa..
Tak lagi bermakna.
Kata. Muntahkan lagi saja.

10:06 pagi – 02 01 08

JALAN DIPONEGORO

Jalanan.
Malam gerimis.
Debu beraroma keringat.

Diponegoro, 08 01 08



Mulai becek
Nafas tersengal sengal
Usaikanlah

Diponegoro, 08 01 08



Marahlah
Hingga dustamu
Terasa manis

Diponegoro, 08 01 08



Gula
Adakah kau manis
Saat ku menangis

Diponegoro, 08 01 08



Sebotol arak
Tanpa sloki
Hanya angin usai hujan

Diponegoro, 08 01 08



Kutahu
Dia berjalan
Mendekat namun menghilang

Diponegoro, 08 01 08



Tercabik
Meregang nyawa
Evolusi militansi

Diponegoro, 08 01 08



Alkohol
Vagina
Dikamar saja.

Diponegoro, 08 01 08

JALAN TUKAD IRAWADI

Awan mendung
Menunggu antrian hujan
Petir malas menyapa

Tukad Irawadi, 05 01 08



Dingin terselimut
Dering menyapa
Subuh tak hening lagi

Tukad Irawadi, 05 01 08



Gaun putih
Selendang jingga
Tatapanmu hitam

Tukad Irawadi, 05 01 08



Merah meradang
Hilangkan putih
Abu-abu menyelinap

Tukad Irawadi, 05 01 08



Gila
Aku gila menggilai
Hingga sadar datang

Tukad Irawadi, 05 01 08



Membaca Buku
Menelan Ludah
Aku tak mengerti

Tukad Irawadi, 05 01 08



Desahan tengah malam
Tetaplah bernyanyi
Elang pun bisu

Tukad Irawadi, 05 01 08



Aku rindu ibu
Ibu negeri ini
Ibu anak-anakku

Tukad Irawadi, 05 01 08



Sebatang lisong
Secangkir kopi madu
Tanpa asbak

Tukad Irawadi, 05 01 08



Renyah
Retak
Patah

Tukad Irawadi, 05 01 08



Garis batas
Jelas Tegas
Membatas

Tukad Irawadi, 05 01 08



Maaf
Tanpa menangis
Tanpa suara

Tukad Irawadi, 05 01 08



Seperti pagi
Rumput semata kaki
Telanjang

Tukad Irawadi, 05 01 08



Menampik
Walau bersama
Kompromi masa kini

Tukad Irawadi, 05 01 08



Terakhir
Jadwal pertama
Menari bersama

Tukad Irawadi, 05 01 08



Pintu terbuka
Ruang terkunci
Dijalanan saja

Tukad Irawadi, 05 01 08

PUTAR-PUTAR BALI

Selamat pagi senja
Kopimu sudah habis
Pulanglah untuk sekedar berbaring

Bali, 20 November 2007


Jalanan terhampar
Pagi yang dingin
Bunga tak kuasa mekar

Bali, 20 November 2007


Api mengecil
Cahaya meredup
Hiduplah kegelapan

Bali, 20 November 2007


Secangkir kopi
Menari dibibir pagi
Angin pun hangat

Bali, 20 November 2007


Sakit terkapar
Hanyalah air mata
Bunga terhampar

Bali, 20 November 2007


Hitam dan putih
Menggenggam makna hidup
Merahku pun menyala

Bali 20 November 2007



Di puncak ketinggian.
Akhir sebuah pendakian.
Mana air sumur itu.
Aku haus.

Bali, 29 September 2007


Dermaga ke tujuh pelabuhan terakhir.
Janganlah karam.
Waktuku hamper usai.
Matahari, janganlah terbit.
Sebelum jangkar menggigit.
Hanya arusmu, harapanku satu-satunya.

Bali, 02 Oktober 2007


Buat yk
Semua adalah bukan.
Semua adalah tidak.
Kecuali pertemuan malam ini.
Walau hanya hati.

Bali, 04 Oktober 2007


Sendu, jingga yang kelam.
Hilang lenyap oleh malam.
Hingga ku terbiasa tidur.
Bersama mimpi-mimpi buruk itu.

Bali, 15 Oktober 2007


Hidup adalah terang.
Seterang mimpi malam ini.
Adalah esok dikala senja.
Jingga kan berteman rembulan.

Bali, 16 Oktober 2007


Setapak melangkah.
Diam ditepi malam.
Penantian esok hari.
Hidup tanpa matahari.

Bali, 18 Oktober 2007


Semoga pelangi muncul ditengah telaga.
Usai hujan pagi.
Di bawah pohon mahoni.

Bali, 25 Oktober 2007


Akankah kau mengembang esok pagi.
Disini sumur kugali.
Hanya untuk menyirami.
Bunga indah berdaun sejuk.

Bali, 25 Oktober 2007


Pepohonan, dalam rimba belantara.
Sungai mengalir, berbatu.
Pada suatu hari, hujan begitu lebat.
Diamana ku berteduh.
Aku kedinginan.

Bali, 25 Oktober 2007



Hujan menjelang subuh.
Adakah pagi yang cerah.
Semoga bulan menepati janjinya pada bintang.

Bali, 25 Oktober 2007


Runtuhlah langit, hingga lapismu yang ke tujuh.
Bawa serta petir dan badaimu.
Agar kujelas meyakini.
Bulan bukanlah matahari

Bali, 25 Oktober 2007
Malaikat sunyi, turun dari ketinggian awan.
Menerpa daun hijau berbunga putih.
Jatuh tenggelam, dalam telaga jingga.

Bali, 02 November 2007


Padang rumput, hijau tak bertepi.
Disanalah, tarian kita tak akan usai.

Bali, 19 November 2007



hijau menguning lalu hangus terbakar.
hitam kala api telah padam.
pada bumi kami bersimpuh.
biarkan arus menggelontorkan kami.
karena kami hanya padi.
padi yang tak pernah termakan apapun.
kecuali jiwa kami sendiri.

Bali, 2007 November 17

DARI LOMBOK – BANDUNG – BALI (Matahari masih setengah)

pada siapa

ada keringat dipaha
melati dan mawar
lendir pun pejuh
payudara, vagina dan penis
namun, pada siapa
pada siapa kau bersetubuh

March 06, 2007



malam 1

belum tuntas malam ini
karena keringatmu belum mengucur
pun berembun di dahimu
kuingin, keringatmu
juga membasahi ketiak
dan selangkanganku
malam ini
kau dingin sekali

March 06, 2007



malam 2

lambaianmu
tak akan terbalas
karena tak akan pernah ada
selamat tinggal bagimu

March 06, 2007



malam 3

malam ini
jangan kau panggil aku
karena malam ini
bukan milik kita
kau pasti tahu
kapan malam itu
ku tunggu

March 06, 2007



siap

siap
aku siap
meski tak terjawab

March 06, 2007



sigaret

habiskan
sambil kau nikmati
seperti secangkir kopi pahit
tanpa gula
yang diseduh air mendidih
menemani sebatang atau dua batang rokok
setiap pagi dingin
dilereng gunung
lembah sunyi

March 06, 2007



dendam

tidak
sama sekali
kecuali kau mati

March 06, 2007



firasat

mungkin benar
ini hanya firasat
karena malam tadi
dia pergi begitu saja

March 06, 2007



memang

tak lebih
memang segini
cuma ini
pergilah

March 06, 2007



kuntum

hanya kuntum
maaf
aku lupa
membawa batang, daun hingga akarnya

March 06, 2007 i



sembahku

didepanmu
saat ku tiba
kuingin mencium tanganmu
kuingin menyembahmu
sia-sia

March 06, 2007



ingin

bagaimanapun
ku tak bisa
hanya keinginan
tanpa wujud

March 06, 2007



bias

adakah membias
meski yakin ini
tak pernah usang

March 06, 2007



keramat

tanah ini
tempat padi merunduk
tanah ini
aku tak mampu lagi
tanah ini
ampuni kami yang hanya bernyanyi

March 14, 2007



rokok terakhir

bulan, ini aku
dengan sebatang rokok
kuhisap sambil memandangmu
sebentar lagi habis
tetaplah kau selalu
menelanjangiku

March 14, 2007



arak bali

temani aku
seteguk lagi
aku belum mabuk
telanjanglah
dan mari bersulang

March 14, 2007



cinta segi tiga

ya, katamu
dan kau kucumbu
ya, katamu
dan kau ku lumat
ku tak sadar
punggungku berdarah

March 14, 2007



selingkuh 4

kutak butuh hatimu
kuhanya butuh tanganmu
menggeliat
meremas
sekujurku

June 30, 2007



selingkuh 3

diranjang ini
tadi malam
diranjang ini
malam ini
kita bertiga
meski tak bersama

June 30, 2007



selingkuh 2

kemarin
kau berjanji
hari ini kita lakukan lagi
oh betapa indahnya

June 30, 2007



selingkuh 1

kutelepon kau
kau senang
aku bahagia
besok lagi
kita ulangi lagi

June 30, 2007